Zool World - Beberapa waktu lalu Indonesia heboh dengan aksi berani seorang warga Yogyakarta bernama Elanto Wijoyono yang melakukan aksi pencegatan konvoi moge atau motor gede di perempatan Condong Catur, Depok, Sleman. Alasan pencegatan adalah karena kemuakannya dengan sikap arogansi orang berduit dalam pemanfaatan ruang publik. Contohnya adalah penguasaan jalan raya oleh pengendara moge yang notabene para pemiliknya rata-rata adalah orang dari golongan mampu. Siapapun sepakat, bahwa setiap pelanggar peraturan harus ditindak, tidak peduli status sosial, pangkat dan jabatannya. Walaupun penegakan peraturan di negara ini masih tebang pilih. Dalam peristiwa di Yogya ini, arogansi itu terlihat jelas dan tersebar cepat lewat sosial media, apalagi pengendara moge ini dikawal oleh polisi yang juga memberikan "keistimewaan" kepada mereka berupa diprioritaskan melewati lampu merah dengan menggunakan point pasal yang masih berpeluang untuk ditafsirkan sambil mengunyah permen karet (silakan googling nyari pasalnya).
Kita skip masalah pasal di atas, sekarang kita fokus ke
pengendara moge. Sudah jadi rahasia umum bahwa pemilik moge adalah kalangan mampu karena harganya yang cukup premium, bahkan harga yang second juga masih tergolong agak premium. Dari segi kemampuan, maka sebagian besar pengendara moge ini tentunya adalah kalangan orang-orang terdidik. Maka akan terlihat janggal jika perilaku mereka yang cenderung mendominasi bahkan merugikan pihak lain dan bahkan lagi melakukan penganiayaan terhadap pengguna jalan lainnya (
Catat: Ini bukan menggeneralisir)
. Akan tetapi, runutan perilaku tidak terpuji yang melibatkan banyak pengendara moge ini tentu akan mencoreng reputasi kalangan mereka sendiri, terutama reputasi pemoge yang dari kalangan orang baik-baik dan lurus-lurus saja.
Pertanyaannya adalah; Apakah rasa memiliki "Sesuatu Yang Wah" di kalangan masyarakat kebanyakan akan menjadikan pengendara moge ini sebagai seorang yang terkena
Sindrom Megalomania. Sehingga mengikis rasa empati terhadap orang lain yang tidak memiliki "Sesuatu Yang Wah" seperti mereka? Sehingga menjadikan itu sebagai sebuah kebanggaan, bangga untuk dianggap, bangga untuk dilihat orang lain, bangga menjadi tontonan? Jika memang demikian adanya, maka seharusnya mereka malu terhadap
Ksatria Baja Hitam, walaupun mempunyai kemampuan super dan motor gede yang juga bisa terbang tetapi mempunyai empati terhadap pihak yang lemah serta membantu pihak yang lemah dari gangguan monster tanpa harus mempertontonkan ritual
Henshin di depan orang banyak.
Saran saya kepada rekan-rekan (
oknum) pengendara motor gede yang tidak tertib, megalomania, ugal-ugalan, pengambil hak bahkan penganiaya pengguna jalan raya yang lainnya, tirulah
Ksatria Baja Hitam. Tetap rendah hati, hargai hak yang lainnya, taati peraturan, miliki rasa empati, gak usah bangga terhadap apa yang saudara miliki, karena masuk kubur tidak akan ditemani oleh moge kesayangan. Walaupun ada alasan kondisional seperti "
onderdil penyambung generasi" akan merasa kepanasan jika moge berhenti dalam keadaan mesin menyala, atau sewaktu-waktu mesin bisa ngadat ketika stasioner rendah. Semua itu tentunya bisa diantisipasi dengan baik. Kemampuan finansial saudara tentunya berbanding lurus untuk mengantisipasi beberapa kondisi di atas. Demikian pendapat saya.
Note:
Saya mantan pengendara moge, bahkan lebih dari itu,
Mogenget.... Motor Gede Banget. mereknya
Viar, rodanya tiga, bentuknya pick up dengan bak di belakangnya, ketika itu profesi saya pengantar barang. Kalau sekiranya mogenget yang saya kendarai diadu dengan moge saudara, mogenget saya tetap kokoh berdiri dan moge saudara akan njomplang, salto dan tersungkur. Saudara juga akan luka-luka bahkan cedera dan patah-patah. Contohnya gambar di bawah ini:
|
sumber: facebook (klik untuk memperbesar gambar) |
Tapi saya sadar aturan dan tidak mau melakukan itu walaupun saya pernah punya pengalaman buruk dengan beberapa pengendara moge ketika saya mengantar barang di kawasan Kopeng.
HENSHIN...!!!